Lembaga Kajian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Pekalongan

Featured Coupons

IKLAN

Latest Coupons

Wednesday, 11 March 2020

peringatan Harlah Nahdlatul Ulama Ke -97 PCNU Kota Pekalongan

peringatan Harlah Nahdlatul Ulama Ke -97 PCNU Kota Pekalongan

"Kemandirian untuk kemaslahatan umat"
Pekalongan, 10-13 Maret 2020

banser pekalongan lakpesdam pcnu pekalongan pcnu kota pekalongan

Sunday, 18 November 2018

RESOLUSI JIHAD DAN KRONOLOGI HARI PAHLAWAN

RESOLUSI JIHAD DAN KRONOLOGI HARI PAHLAWAN
Jakarta, NU Online 
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyebut bahwa fatwa resolusi jihad yang dicetuskan Hadratussyekh KH Hasyim Asyari pada 22 Oktober 1945 itu melahirkan hari pahlawan nasional. 

"Seandainya tidak ada fatwa KH Hasyim Asy'ari belum tentu semangat perlawanan, intifadhoh masyarakat Surabaya dan sekitarnya berkobar seperti yang terkenal itu (10 November)," kata Kiai Said pada acara Konferensi Pers memperingati Hari Santri tahun ke empat di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (12/9).

Oleh sebab itu, kata Kiai Said, peringatan hari pahlawan yang ditetapkan pada 10 November itu tidak bisa dilepaskan dari pengorbanan para santri dan Kiai. 

"Sepuluh November bisa menjadi hari nasional berkat darahnya para kiai dan santri. Maka tanggal 10 November dari hari pahlawan nasional, sebenarnya adalah hari pahlawan santri," kata Kiai Said. 

Kiai kelahiran Kempek Cirebon, Jawa Barat itu juga pun sempat menjelaskan tentang makna santri. Menurut, santri bukan hanya orang yang pernah menimba ilmu di pesantren, melainkan juga orang yang mempunyai akhlak yang baik dan hormat kepada kiai. 

"Itu santri namanya," jelasnya. 

Ia sempat mencontohkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2009-2014 H Mohammad Nuh. Kata Kiai Said, Nuh bukan alumnus pesantren, tetapi karena berkahlak baik dan hormat kepada kiai, maka ia disebut dengan santri. 

"Contohnya misalkan, mohon maaf saya jadikan contoh, Profesor Muhammad Nuh itu bukan keluaran pesantren, tapi beliau berkahlak baik dan hormat kepada kiai, beliau adalah santri," ucapnya. 

Hadir Katib 'Aam PBNU KH Yahya Qholil Tsaquf, Ketua PBNU H Eman Suryaman, H Umar Syah, , Sekjen PBNU H Helmy Faisal Zaini, dan Ketua Panitia Hari Santri Nasional 2018 H Marsudi Syuhud. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)
banser batang banser pekalongan bendera tauhid hari pahlawan islam nusantara kh said aqil siroj lakpesdam batang lakpesdam kota pekalongan lakpesdam nu pcnu pekalongan resolusi jihad

Friday, 12 October 2018

MENELUSURI KEALPAAN PAHAM RADIKALISME PENGANCAM PANCASILA DAN NKRI

MENELUSURI KEALPAAN PAHAM RADIKALISME PENGANCAM PANCASILA DAN NKRI

Muhammad Ilman Nafia,
Jum'at Kliwon, 13 Oktober 2018 Buaran - Pekalongan

Betulkah Berikut ini adalah ayat Al Qur'an yang menjadi dasar mengganti Pancasila :

١. ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولَئِكهم الكافرون

“Barang siapa yang berhukum dengan selain hukum Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir”

٢. ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولَئِكهم الفاسقون

“Barang siapa yang berhukum (memutuskan suatu perkara) dengan yang selain hukum Allah, maka mereka adalah orang-orang yang fasiq”

٣. ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولَئِكهم الظالمون

“Barang siapa yang berhukum dengan selain hukum Allah, maka mereka adalah orang-orang yang zhalim”

Namun demikian, sekarang ini beberapa ayat tersebut masif dijadikan sub doktrinasi sebagian kelompok untuk memusuhi negara dan melawan negara hingga munculnya gerakan terorisme atas nama agama. Sungguh pemahaman yang tidak aku jumpai dari guru (ulama) yang sanadnya nyambung kepada Baginda Nabi Muhammad Saw dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah dan petunjuk bagi mereka.

Hadirin fesbukers yang berbahagia.

Ada pertanyaan besar yang ingin saya tanyakan sebagaimana yang dilakukan oleh mereka.

Pertama :
Darimana dasar jika negara (Indonesia) ini bukan negara Islam? Padahal sebetulnya kalimat Islam atau predikat Islam atau bukan Islam ini semestinya tidak dikenakan kepada benda atau hal-hal yang selain perbuatan, artinya hukum Allah ini melekat pada perbuatan atau dalam ushul fiqh disebut af’alul-mukallafin. Contoh, daging babi haram, haram bagaimana? memakannya atau menjualnya, tetapi bentuk daging babinya tidak bisa dikatakan haram atau tidak haram. Jadi, kalau bukan perbuatan, itu tidak bisa dikatakan Islam atau bukan Islam. Misalnya nanti tidak ada kendaraan yang Islam, kendaraan non Islam, rumah yang Islam, rumah non Islam, itu tidak ada. Tetapi bagaimana perbuatan seseorang ini sudah cocok dengan hukum-hukum Islam dan aturan-aturan Islam atau belum? itu yang bisa dikatakan Islam atau bukan Islam.
Terus pie jawabe????

Kedua:
Apakah betul Negara ini bukan Negara yang Islam, dengan menuduh pemerintahan sudah keluar dari agama Islam?  Sedangkan untuk mengatakan seseorang itu keluar dari agama Islam teramat sangat sulit dan tidak boleh sembarangan. Bahkan Imam Ghazali menjelaskan : kalau sendainya ada perbuatan atau perkataan yang secara lahir atau terlihat ini keluar dari agama, kalau masih mungkin untuk ditakwil atau disalurkan dengan pengertian yang tidak sampai keluar dari agama, kita mesti harus mentakwil itu, karena mengeluarkan seseorang dari lingkup agama Islam ini betapa sulitnya. Nah, sebagai rakyat atau yang menjadi pemerintah atau sebagai warga Negara Indonesia yang mengucapkan syahadat, mendirikan shalat, melaksanakan puasa, membayar zakat dan menunaikan haji ini semuanya adalah muslim, walaupun di sana-sini masih banyak kekurangan dalam melaksanakan hukum agama, tetapi predikat Islam secara sah masih tetap melekat pada kaum muslimin di Indonesia.
Jadi kalo ada yang mengatakan pemerintah atau seseorang tertentu kafir harus dilemgserkan dan dibunuh sudah paham apa jadi agen musuh tertentu ya... Silahkan pahami.

Ketiga :
Betulkah 3 ayat tersebut menjadi dasar untuk menghukumi negara, pemerintah dan rakyat Indonesia ini tidak Islam atau keluar dari agama Islam. Sehingga Al-Qur'an perlu ditegaskan untuk mengganti Pancasila?Bukankah disemua Negara yang ada di dunia ini juga tidak ada yang menjalankan semua isi Al-Qur’an. Jangankan sekarang, di masa sayyidina Umar ra, ini pernah ada sekelompok orang yang datang ke sayyidina Umar, kemudian menanyakan, wahai amirul mu’minin ini di daerah kami banyak sekali perintah-perintah Al-Qur’an yang belum dilaksanakan oleh warga daerah kami, kami mohon amirul mu’minin ini untuk memerintahkan, untuk memaksa mereka menjalankan semua yang ada dalam Al-Qur’an ? sayyidina Umar menjawab dengan nada tinggi, dengan cukup marah waktu itu “Siapa saya ini, memang saya harus memaksa orang-orang ini harus menjalankan semua yang ada dalam Al-Qur’an, kita ini manusia”.
Jadi memang Al-Qur’an ini adalah kondisi ideal, kita harus selalu berusaha untuk mencapai kondisi yang ideal, tetapi antara ideal dengan realita harus selalu ada upaya-upaya untuk mendekatkan realita ke ideal itu. Oleh karenanya, sayyidina Umar sendiri waktu itu tidak setuju dengan permintaan sekelompok orang tadi yang meminta beliau untuk memaksa agar warga daerahnya dipaksa untuk mengamalkan semua yang ada dalam Al-Qur’an.

Bahkan jika dicermati, tidak ada ulama yang masyhur di Indonesia dan dunia  yang menjelaskan seperti ini, justru surat Al-Maidah ini mendukung pemahaman bahwa mengkafirkan seseorang itu sangat-sangat susah, sangat-sangat sulit. Kenapa ? karena ayat Al-Maidah tadi redaksinya berbeda-beda itu : yang satu kafirun, yang satu fasiqun dan satunya lagi zhalimun. Sehingga dengan redaksinya yang berbeda-beda ini menunjukkan bahwa tidak semua orang yang meninggalkan berhukum dengan hukum Allah ini menjadi kafir, karena ada tiga redaksi itu.

Orang yang meninggalkan hukum Allah boleh jadi kafir memang, kalau memang dia merasa tidak wajib untuk berpegang dengan hukum Allah inilah yang membuat kekufuran. Jadi kufur dalam hal ini sangat berkaitan dengan keyakinan. Sama misalnya dengan orang yang meninggalkan shalat lima waktu, orang yang tidak mau shalat lima waktu bisa kafir, kalau meyakini bahwa shalat lima waktu itu tidak wajib bagi dirinya, jangankan shalat lima waktu, satu waktu shalat saja misalnya ditinggalkan dengan berkeyaki-nan bahwa itu tidak wajib, jelas itu menjadi kafir.
Tetapi walaupun meninggalkan lima waktu, bahkan sampai berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun tidak melakukan shalat, tetapi hatinya tidak sampai berkeyakinan bahwa shalat itu tidak wajib, dia meninggalkan shalat hanya sebatas karena males umpamanya atau merasa berat, maka dia bukan orang yang kafir, tetapi hanya sebatas fasiq. Cara di dunianya dia tetap saja dianggap sebagai seorang yang muslim.

Begitu juga hukum-hukum Islam yang tidak diberlakukan di Negara kita ini. Semuanya adalah tanggung jawab kita semuanya. Kalau kita tidak memperlakukannya, kemudian mengatakan : itu sudah tidak lagi bisa digunakan atau diterapkan pada masa sekarang ini, itu sudah tidak harus lagi, tidak wajib lagi “Kutiba ‘alaikumushiam” shiam masih wajib tapi “Kutiba ‘alaikumul-qishash” qishash itu sudah tidak wajib lagi, umpama seperti itu, maka ini bisa menimbulkan kekufuran. Tetapi kalau kita meyakini bahwa semua isi Al-Qur’an wajib kita lakukan, hanya ada beberapa yang tidak bisa kita lakukan, karena satu hal yang mengancam kehidupan umat berbangsa, bukan karena ketidak percayaan, maka kita tidak sampai pada kekufuran atau keluar dari agama Islam. Begitupun di Negeri kita ini, kita tidak bisa mengatakan, ini Negara kafir, ini bukan Negara Islam, sebab resikonya juga sangat besar. Seandainya kita berpendapat bahwa Negeri kita ini bukan Negeri Islam, berarti ini adalah negeri harb, daaru harbin atau daaru kufrin, maka bagaimanapun kita tidak boleh untuk mempertahankan Negeri kita, Negeri kita mau dijajah, Negeri kita mau diserang, Negeri ini mau diapakan, itu kan Negara kafir. Jadi pada intinya kalau Negara kita disebut dengan bukan Negara Islam itu tidak benar secara syar’i, sebab Negara kita, selama masih dihuni oleh mayoritas umat Islam, dipimpin oleh orang Islam dan pemimpinnya juga masih menjalankan shalat dan lain sebagainya, itu tetaplah Negara Islam yang wajib kita dukung, wajib kita bela.

Bahkan berkaitan dengan ini juga banyak sekali Hadits-Hadits yang melarang umat Islam untuk memberontak kepada penguasa atau kepada peme-rintah, kecuali kalau pemerintah sudah benar-benar menyatakan kekufurannya dan keingkarannya kepada agama Islam. Nabi pernah menyampaikan dalam satu kesempatan, yang artinya bahwa : “Besok kalian akan menemukan hal-hal yang terjadi dari para penguasa, para pemimpin yang tidak sesuai dengan hukum agama” ada salah seorang shahabat yang bertannya, bagaimana kewajiban kita, ketika kita menghadapi hal seperti itu, apakah kita wajib berontak ? Nabi mengatakan “jangan ! selama mereka ini masih mendirikan shalat lima waktu”. Sabda Nabi :

صَلُّوْا خَلْفَ كُلِّ بَرٍّ وَفَاجِرٍ
“Shalatlah kalian ! dibelakan imam, baik imam itu orang yang baik atau orang yang jahat”. Maksudnya zaman dulu pemimpin itu sekaligus menjadi imam dalam shalat. Baik pemimpinnya itu baik atau tidak baik, kalian tetap wajib ikut bermakmum dibelakang-nya.

Jadi sangat-sangat keliru memahami, bahwa kita harus mendirikan sebuah Negara yang disebut Negara Islam Indonesia, karena Negara yang ada sekarang ini bukan Negara Islam. Negara yang ada sekarang adalah Negara Islam, bahkan Pancasila pun adalah bersumber dari Al - Quran.

Berikut Sila Pancasila berdasarkanberdasarkan  Al Qur'an:

Sila kesatu, Ketuhanan Yang Maha Esa

Surah Al-Ikhlash, surah Asysyuura:11
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Surah Saba’: 1
“Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”

Surah Alhasyr: 22 – 24
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “

Surah Al-Maa-idah: 73
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. ..”

Surah Al-Baqarah: 256
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”

Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Surah Attin: 4
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. “

Surah Al-Israa’: 70
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”

Surah Alhujuraat: 11
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. “

Surah Al-Maa-idah: 2
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Surah Al-Insaan: 8 – 9
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. “

Sila ketiga, Persatuan Indonesia (Kebangsaan)

Surah Alhujuraat:13
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “

Surah Alhujuraat: 9
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan
yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Surah Alhujuraat: 10
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. “

Surah Annisaa’: 59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. “

Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Surah Asysyuura: 38
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. “

Surah Almujaadilah:11
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.”

Surah Almujaadilah: 9
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.”

Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Surah Annahl: 71
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? “

Surah Al-Imran:180
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.  Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. “

Surah Al-Furqaan: 67
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. “

Surah Al-Hadiid: 11
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, “

Surah Adz-dzaariyaat: 19
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian. “

Surah Al-Maa’uun: 1, 2 & 3
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. “

Dan Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan dan lindungan kepada Bangsa Indonesia. Amin.
Wallahu 'Alam

Monday, 1 October 2018

Hari Santri Nasional Ajang Kompetisi Liga Sepakbola Santri


Kab.Pekalongan- Peringatan Hari Santri Nasional tahun 2018 bertajuk 'Santri: Satukan Negeri' diawali dengan kegiatan Kompetisi Liga Santri Pekalongan II, di Lapangan Seputut Desa Rowokembu, Kecamatan Wonopringgo, Minggu (31/9), sebanyak 17 tim sepakbola santri dari 16 Pondok Pesantren yang ada di wilayah Kab. Pekalongan. Para santri yang mengikuti pertandingan semuanya menggunakan sarung,"sarung menjadi salah satu simbol kaum santri. Dalam sejarahnya, sarung adalah pakaian yang membedakan kaum penjajah dan santri.
Pertandingan liga santri 2018 ini dibuka langsung oleh Bupati Pekalongan  Asip Kholbihi. Pembukaan ditandai dengan tendangan perdana (kick off) oleh Bupati dan pelepasan balon ke udara oleh Rois Syuriah PCNU KH Muhammadun Raden Jundi, didampingi Ketua PCNU Kabupaten Pekalongan KH Muslih Khudori, M.Si, Seki PD Pontren Kankemenag Kab. Pekalongan, Drs.H.Busaeri, serta para pengasuh Pondok Pesantren se Kabupaten Pekalongan.
Bupati Pekalongan Asip Kholbihi dalam sambutanya mengatakan tujuan utamanya dalam penyelenggaraan kompetisi ini adalah memeriahkan Hari Santri Nasional disamping itu juga sebagai ajang silaturahmi antar para pengasuh pondok dan para santri yang ada di Kabupaten pekalongan atau biasa dijuluki dengan Kota Santri.”tuturnya.
Asip juga berpesan "Sekarang ini santri selain dituntut pintar dalam hal bidang ilmu agama seperti membaca kitab kuning, belajar dakwah. Santri juga harus mengerti hal-hal yang lain seperti teknologi IT, olahraga, seperti sepakbola , volley, bulutangkis, tenis meja dll.  Jika  santri-santri menyukai dan meluangkan waktu untuk berolahraga agar dapat menjaga tubuh atau jasmani yang sehat dan kuat," katanya

Kyai Fardani  selaku panitia yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Walindo Wiradesa Kab. Pekalongan. Menerangkan "Selain kegiatan Liga santri di masing-masing PPS juga akan menggelar kegiatan musabaqah atau lomba baca kitab kuning atau kitab-kitab agama yang diajarkan di pesantren. Lomba baca kitab kuning selain untuk melestarikan tradisi keilmuan pesantren, juga diharapkan bisa memunculkan kader-kader Islam, yang menguasai kitab kuning sebagai bagian khasanah pesantren. "Kita berharap akan lahir santri-santri yang punya kemampuan dakwah yang baik. Nah karena di kalangan santri itu banyak yang bisa melucu, nanti ada stand up comedy ala santri," terangnya.
Selanjutnya dilanjutkan dengan pertandingan perdanana liga santri Pekalongan II tahun 2018 yaitu antara Tim sepakbola Ponpes Tabiyatul Mubtadin Desa Rowokembu melawan tim dari Ponpes Baitul Muqodas, Kranji Kedungwuni.(hfrn/rf) 
source : 
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pekalongan - 01 Oktober 2018

hari santri lakpesdam 2019 lakpesdam nu pekalongan liga sepakbola santri pekalongan pc nu kabupaten pekalongan santri pekalongan taufiq abadi

Ahmad Baso Sebut yang Berdakwah ke Nusantara Sahabat Ali

Pekalongan, NU Online
Penulis buku Islam Nuusantara H Ahmad Baso menyebutkan, yang bertugas untuk dakwah di wilayah Nusantara atau negeri bawah angin adalah Sahabat Sayyidina Ali RA dan keturunannya yakni syekh Jumadil kubro dan para Walisongo.

Hal tersebut disampaikannya di acara Ngaji Islam Nusantara bersama H Ahmad Baso yang digelar Pengurus Cabang Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Kota Pekalongan bekerjasama dengan kader penggerak NU, Selasa (14/8) malam di Gedung Aswaja Pekalongan.

"Pada abad ke-17, ada 5 lembar yang dikaji dari kurang lebih 300an halaman teks kuno Bali yang menggunakan aksara Bali," ujarnya.

Dikatakan, dalam teks naskah kuno tersebut, diungkapkan bahwa setelah pengaruh para Walisongo, orang-orang Hindu dan Budha berganti agama menjadi agama Islam secara berbondong-bondong dengan cepat.
 
Kajian Islam Nusantara dalam rangka refleksi kemerdekaan HUT Ke-73 RI, juga memberikan kesempatan kepada peserta kajian. Kiai Syauqon menanyakan berkaitan dengan masa depan Islam Nusantara, maka penulis buku Islam Nusantara menjawab kunci utamanya adalah pada peradaban aksara, sebagai kader NU setidaknya harus menguasai 10 aksara Nusantara (Jawa, Bali, Sunda, Bugis, Melayu, dll) serta 5 bahasa Nusantara. 

"Hal ini tidak lain sebagai kekuatan keindonesiaan kita. Perlu di ketahui bahwa Belandalah yang menghapuskan aksara Nusantara yang di ganti menjadi aksara latin. Lihatlah negara maju China dan Jepang mereka sampai hari ini masih memiliki aksara sehingga banyak orang belajar dengan mereka," ungkapnya.

Dikataka Baso, kemajuan bangsa dan negara Indonesia ditentukan oleh sejauh mana masyarakat mempertahankan aksara. karena Islam Nusantara madinatul Ilmi wa aksara baabuha.

Ketua PC Lakpesdam NU Kota Pekalongan Abdul Adhim kepada NU Online mengatakan, tujuan dari ngaji Islam Nusantara tidak lain adalah untuk memberikan pemahaman yang mendalam kepada Nahdliyin sehingga betul-betul memahami dan mampu menyebarkan kepada masyarakat secara umum.

"Selain itu, kegiatan kajian ini sekaligus refleksi kemerdekaan RI  adalah sejauh mana kita mampu menghormati jasa para ulama, kiai dan pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan ini, selain itu bagaimana kita mampu menjaga dan melestarikan tradisi dan kebudayaan yang telah diwariskan," ungkap Abdul Adhim. (Muiz)




ahmad baso islam nusantara lakpesdam kota pekalongan ngaji islam nusantara pcnu kota pekalongan program lakpesdam kota pekalongan taufiq abadi

Thursday, 16 August 2018

Duet Kiai Muda Zaman Now Pimpin NU Pekalongan 2017-2022

Duet Kiai Muda Zaman Now Pimpin NU Pekalongan 2017-2022


Pekalongan, NU Online
Sidang pleno pemilihan Rais Syuriyah dan Ketua PCNU Kota Pekalongan digelar pada Konferensi Cabang (Konfercab) NU Kota Pekalongan ke-17 yang dihelat Ahad (29/10) di Gedung Aswaja. Forum ini memilih Rais Syuriyah dan Ketua PCNU yang baru, yakni KH Zakaria Ansor sebagai Rais dengan jabatan sebelumnya sebagai Wakil Rais dan H Muhtarom sebagai Ketua PCNU Pekalongan dengan jabatan sebelumnya sebagai Sekretaris PCNU.

Pemilihan berlangsung cukup singkat. Pasalnya sidang pleno kelima yang diagendakan pada malam hari ba'da Isya, berlangsung jam 17.00 WIB. Proses pemilihan dipimpin langsung oleh Ketua PWNU Jawa Tengah KH Abu Hafsin yang dimulai dengan agenda tahap pertama pemilihan anggota Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa).

Dari proses pemungutan suara dengan masing-masing peserta menuliskan lima nama, terpilih lima anggota Ahwa, yakni KH Zaenuri Zainal Mustofa, KH Zakaria Ansor, KH Abdul Fatah Yasran, KH Zimam Hanifun Nusuk, dan KH Ahmad Rofiq. Setelah sidang yang memakan waktu sekitar 1 jam, anggota Ahwa sepakat menunjuk KH Zakaria Ansor yang juga pengasuh Pesantren Al-Mubarok Medono sebagai Rais Syuriyah.

Usai pemilihan anggota Ahwa, sidang dilanjutkan dengan pemilihan Ketua Tanfidziyah periode 2017 - 2022. Dari proses pemilihan tahap pertama, H Muhtarom mendapat suara mutlak sebanyak 39 suara dari 45 suara yang sah. Dengan demikian, putaran kedua ditiadakan karena hanya ada satu calon yang memenuhi syarat dukungan minimal 9 suara.

H Muhtarom mengatakan, dirinya mengaku siap menerima amanah konfercab ke-17. Dalam waktu dekat dirinya bersama Rais Syuriyah terpilih dan 7 anggota formatur lainnya akan segera menggelar rapat untuk melengkapi susunan pengurus yang baru baik untuk pengurus harian dan pengurus lembaga sehingga PCNU bisa segera bergerak khususnya untuk segera menggelar musyawarah kerja (muskercab) dalam rangka menjabarkan dan menyusun skala prioritas program.

"Keputusan komisi organisasi, program dan rekomendasi untuk secepatnya akan ditindaklanjuti dengan menyusun pengurus baru dan menggelar muskercab, oleh karena itu dirinya mohon dukungan penuh dari para kiai, pengurus MWC dan ranting NU untuk merealisasikan keputusan keputusan konfercab," ujarnya.

Tampilnya KH Zakaria Ansor dan H Muhtarom merupakan wujud dari NU generasi now. Pasalnya, kedua sosok ini meskipun berusia masih cukup muda, akan tetapi pengalaman mengelola organisasi tidak perlu diragukan lagi.

KH Zakaria Ansor adalah kiai muda jebolan Pesantren Al-Anwar Sarang asuhan KH Maemoen Zubair sosok yang sangat aktif dalam kegiatan NU bahkan kemarin berhasil menghelat peringatan Hari Santri Nasional (HSN) tingkat Kota Pekalongan. Sedangkan H Muhtarom tokoh muda yang sukses dalam dunia usaha perbatikan asal Kabupaten Klaten yang memulai kiprahnya di PCNU sebagai Wakil Sekretaris, Sekretaris, dan sekarang menjadi Ketua PCNU.

Para kiai dan musyawirin berharap di tangan dingin kedua sosok muda ini, NU Kota Pekalongan dapat tampil lebih baik dan kehadirannya bisa dirasakan oleh warga nahdliyyin Kota Pekalongan terutama dalam bidang pendidikan, ekonomi, dakwah, dan kesehatan. (Abdul Muiz/Alhafiz K)
h muhtarom ketua pcnu pekalongan kh zakaria lakpesdam pekalongan lapkesdam pkl pimpinan nu pekalongan

NU Pekalongan Siap Kelola Perguruan Tinggi Aswaja

NU Pekalongan Siap Kelola Perguruan Tinggi Aswaja


Pekalongan, NU Online
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pekalongan sejak dua tahun terakhir ini dibuat sibuk mempersiapkan lembaga pendidikan tinggi berhaluan Ajaran Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Aswaja) sebagai tindak lanjut amanat Konferensi Cabang (Konfercab) tahun 2013.

Ada beberapa opsi pendirian lembaga pendidikan tinggi, yakni mendirian lembaga pendidikan tinggi baru berupa rintisan lembaga dari nol atau alih kelola lembaga pendidikan tinggi yang sudah berjalan.

Dari hasil konsultasi ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidinan Tinggi (Kemenristek Dikti) serta melihat moratorium Pemerintah tentang perguruan tinggi pada tahun 2017, akhirnya PCNU Kabupaten Pekalongan memilih opsi kedua yakni alih kelola lembaga pendidikan tinggi yang sudah ada untuk dikelola dan dikembangkan menjadi Universitas Nahdatul Ulama.

"Jika tidak ada moratorium tentang penirian pendidikan tinggi, PCNU  Kabupaten Pekalongan lebih memilih opsi pertama, yakni mendirikan pendidikan tinggi mulai dari nol," ujar Sekretaris PCNU Lukman Hakim.

Dikatakan, pilihan alih kelola pendidikan tinggi ternyata prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Pasalnya, PCNU harus tahun detail lembaga yang akan dialih kelola seperti manajemen, kondisi mahasiswa, karyawan hingga dosen.

Namun demikian, pihak PCNU Kabupaten Pekalongan merasa beruntung karena lembaga pendidikan yang akan dialih kelola ialah milik warga nahdliyyin yakni Politeknik Batik (Polbat) Pusmanu yang bermarkas di Jalan Jenderal Sudirman 29 Pekalongan.

Setelah melalui proses yang cukup panjang yang dimulai sejak bulan Pebruari tahun 2017 kemarin, akhirnya Kemenristek Dikti mengeluarkan SK pengalihan pengeloaan Politeknik Pusmanu di Kabupaten Pekalongan dari Yayasan Al Utsmani kepada Perkumpulan Nahdatul Ulama dengan nomor : 636 / KPT / 1 / 2017.

Sejak Juli tahun 2017 penerimaan mahasiswa baru dibawah naungan PCNU dengan kampus sementara di Gedung PCNU Jalan Karangdowo Kedungwuni Kabupaten Pekalongan.

Polbat Pusmanu, adalah sebuah nama yang tak asing bagi masyarakat Pekalongan dan sekitarnya. Politeknik adalah institusi pendidikan tinggi yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan professional dibidang keahlian tertentu, sedangkan nama BATIK berasal dari Usaha Kerajinan Batik Tulis dan Cap sebagai budaya masyarakat Pekalongan. 

Polbat Pusmanu berdiri di bawah naungan Yayasan Al Utsmani Pekalongan. Nama Pusmanu singkatan dari Perguruan Tinggi Usaha Sosial Masyarakat bersama Nahdlatul Ulama. Politeknik Batik Pusmanu berdiri secara resmi di bawah Yayasan Al-Utsmani pada tanggal 12 Februari 2002 berdasarkan SK Yayasan Al-Utsmani Pekalongan Nomor : C.089/YYS.AL-UTSMANI/II/02. 

Latar belakang berdirinya Politeknik Batik Pusmanu Pekalongan ini muncul dari suatu keprihatinan H. Arifin Utsman sebagai seorang pengusaha dan sosok yang telah lama berkecimpung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, melihat tingkat pengangguran yang terus meningkat, terlebih setelah menyaksikan adanya kesenjangan yang cukup tajam antara lulusan perguruan tinggi yang bergelar sarjana dengan kompetensi dan keahlian yang tidak relevan dengan bidang kerja yang tersedia.  

Polbat Pusmanu saat ini memiliki 3 (tiga) Program Studi yaitu Teknik Batik, Manajemen Bisnis Internasional, Kesekretariatan dan Administrasi Kantor, dan Akuntansi yang diajukan ke Dirjen Dikti dan disetujui sesuai dengan SK Nomor : 641/D2/2002 tanggal 09 April 2002. (Abdul Muiz/Kendi Setiawan)

kampus nu lakpesdam batang lakpesdam jawa tengah lakpesdam pekalongan nu jateng nu pekalongan

Wednesday, 15 August 2018

ngaji islam nusantara bersama : KH. Ahmad Baso

Ngaji islam nusantara bersama : KH. Ahmad Baso
Islam seperti air. Air bila ia masuk ke dalam gelas, ia akan berbentuk gelas. Bila ia masuk ke dalam teko, ia akan berbentuk teko. Begitu pula Islam. Ia akan menyesuaikan terhadap budaya dimana ia singgah. Islam tidak seperti balok padat yang tetap menjadi balok walau ditaruh di manapun.<>

Bagian pertama buku Islam Nusantara ini disajikan dengan model dialog antara seorang Kiai Afid dan santrinya. Tujuan penulisnya, Ahmad Baso, agar mudah dipahami oleh pembaca tentang apa pesan yang ingin disampaikannya. Tentang mengapa harus ada Islam Nusantara, bagaimana ia lahir, tentang silsilah dan sanadnya, dan metodologi Islam Nusantara.

Ahmad Baso mendefinisikan Islam Nusantara dengan “cara bermazhab secara qauli dan manhaji dalam beristinbath tentang Islam dari dalil-dalilnya yang disesuaikan dengan teritori, wilayah, kondisi alam, dan cara penduduk mengamalkan.” (halaman 21)

Nahdlatul Ulama (NU) sejak dulu telah merepresentasikan Islam rahmatan lil ‘alamin melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang mulanya berasal dari budaya setempat. Islam Nusantara, sebagaimana diterangkan dalam buku Islam Nusantara ini, bukanlah subyek yang pasif, yang asal menerima apa saja yang datang dari Arab. Melalui kegiatan tahlil, shalawatan, halal bi halal, dan sebagainya, Islam Nusatara membuktikan bahwa Islam bisa dikemas dengan cara yang buka Arab.

Islam terlahir di Arab, kemudian menyebar ke seluruh dunia, tanpa terkecuali Indonesia. Setelah para penyebar Islam datang di Indonesia, mereka menyebarkannya dengan jalan perdamaian. Melalui jalan perdagangan, perkawinan, dan bukan dengan paksaan. Tidak seperti penyebaran Islam di daerah Eropa melalui penaklukan dan peperangan. 

Di masa Wali Songo pula, Islam tersebar dengan cara damai. Untuk menarik hati umat, Wali Songo lebih menampilkan sikap yang lemah lembut. Wali Songo selalu memanfaatkan budaya lokal sebagai sarana dakwah. Misalnya Sunan Kudus yang dengan arsitektur Menara Kudus dan pelarangan menyembelih sapi bisa membuat masyarakat Hindu bersimpati. Setelah mendapat perhatian dari orang-orang yang belum Islam, di situlah Wali Songo mudah dalam menjalankan dakwahnya.

Dalam kondisi sekarang, Islam tentu menghadapi masalah yang amat pelik. Di antaranya kisruh kekerasan dan jalan dakwah yang radikal. Kelompok-kelompok garis keras masih berkeliaran di muka bumi, terutama di Timur Tengah dengan nama -yang paling terkenal— ISIS. Cara dakwah yang sama sekali bertentangan dengan metode dakwah yang dipakai oleh Wali Songo ini justeru merusak citra Islam sendiri. 

Kemunculan kelompok Islam radikal di Indonesia mengganggu berjalannya Islam Nusantara yang dipegang teguh oleh umat muslim Indonesia. Banyak ijtihad ulama Islam Nusantara yang ternyata tidak ditemukan dalam kitab-kitab ulama klasik (salaf), apalagi dalam al-Qur’an dan Hadits. Bukan berarti ijthad ulama Nusantara meninggalkan dua asas Islam tersebut, bahkan bertentangan. Yang diambil oleh ulama Islam Nusantara adalah spirit Islam, bukan bentuk luar Islam itu sendiri. Maka, selama bentuk sebuah ibadah sulit diterapkan, budaya lokal yang akan mewadahinya.

Prinsip yang dipegang Islam Nusantara adalah prinsip al-muhafadhoh alal qadimis shalih wal akhdzu bil jadid al ashlah, menjaga kesalehan yang dahulu dan mengambil hal baru yang lebih baik. Oleh karena itu, Islam Nusantara tidak menjadi kaku dan tetap mempunya ciri khas. Islam Nusantara tercermin dalam kehidupan di pondok pesantren, sebagai markas sesungguhnya Nahdlatul Ulama.

Jadi sudah seharusnya Islam menjadi air yang ketika ia menempati Nusantara, ia akan berbentuk sesuai wadahnya. Islam tidak boleh dipaksakan harus sesuai dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang zaman dahulu, pada masa Rasul atau setelahnya. Karena Islam itu salih li kulli zaman wa makan, patut di segala waktu dan tempat. 

Buku ini menjadi penting karena menjelaskan bahwa Islam Indonesia mempunyai sejarahnnya sendiri. Sejarah yang sama sekali berbeda dengan sejarah Islam di Arab dan negara-negara lain. Dengan melihat apa yang terjadi pada masa Wali Songo, sebelumnya, bahkan setelahnya, kita akan memahami proses meluasnya Islam di Indonesia sehingga menjadi negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. ***


Judul : Islam Nusantara: Ijtihad Jenius & Ijma’ Ulama Nusantara, Jilid I
Penulis : Ahmad Baso
Cetaka : I, Juli 2015 
Tebal : xxiii + 370 hlm
Penerbit : Pustaka Afid Jakarta
Peresensi : Hilmi Abdillah, mahasiswa Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Islam seperti air. Air bila ia masuk ke dalam gelas, ia akan berbentuk gelas. Bila ia masuk ke dalam teko, ia akan berbentuk teko. Begitu pula Islam. Ia akan menyesuaikan terhadap budaya dimana ia singgah. Islam tidak seperti balok padat yang tetap menjadi balok walau ditaruh di manapun.<>

Bagian pertama buku Islam Nusantara ini disajikan dengan model dialog antara seorang Kiai Afid dan santrinya. Tujuan penulisnya, Ahmad Baso, agar mudah dipahami oleh pembaca tentang apa pesan yang ingin disampaikannya. Tentang mengapa harus ada Islam Nusantara, bagaimana ia lahir, tentang silsilah dan sanadnya, dan metodologi Islam Nusantara.

Ahmad Baso mendefinisikan Islam Nusantara dengan “cara bermazhab secara qauli dan manhaji dalam beristinbath tentang Islam dari dalil-dalilnya yang disesuaikan dengan teritori, wilayah, kondisi alam, dan cara penduduk mengamalkan.” (halaman 21)

Nahdlatul Ulama (NU) sejak dulu telah merepresentasikan Islam rahmatan lil ‘alamin melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang mulanya berasal dari budaya setempat. Islam Nusantara, sebagaimana diterangkan dalam buku Islam Nusantara ini, bukanlah subyek yang pasif, yang asal menerima apa saja yang datang dari Arab. Melalui kegiatan tahlil, shalawatan, halal bi halal, dan sebagainya, Islam Nusatara membuktikan bahwa Islam bisa dikemas dengan cara yang buka Arab.

Islam terlahir di Arab, kemudian menyebar ke seluruh dunia, tanpa terkecuali Indonesia. Setelah para penyebar Islam datang di Indonesia, mereka menyebarkannya dengan jalan perdamaian. Melalui jalan perdagangan, perkawinan, dan bukan dengan paksaan. Tidak seperti penyebaran Islam di daerah Eropa melalui penaklukan dan peperangan. 

Di masa Wali Songo pula, Islam tersebar dengan cara damai. Untuk menarik hati umat, Wali Songo lebih menampilkan sikap yang lemah lembut. Wali Songo selalu memanfaatkan budaya lokal sebagai sarana dakwah. Misalnya Sunan Kudus yang dengan arsitektur Menara Kudus dan pelarangan menyembelih sapi bisa membuat masyarakat Hindu bersimpati. Setelah mendapat perhatian dari orang-orang yang belum Islam, di situlah Wali Songo mudah dalam menjalankan dakwahnya.

Dalam kondisi sekarang, Islam tentu menghadapi masalah yang amat pelik. Di antaranya kisruh kekerasan dan jalan dakwah yang radikal. Kelompok-kelompok garis keras masih berkeliaran di muka bumi, terutama di Timur Tengah dengan nama -yang paling terkenal— ISIS. Cara dakwah yang sama sekali bertentangan dengan metode dakwah yang dipakai oleh Wali Songo ini justeru merusak citra Islam sendiri. 

Kemunculan kelompok Islam radikal di Indonesia mengganggu berjalannya Islam Nusantara yang dipegang teguh oleh umat muslim Indonesia. Banyak ijtihad ulama Islam Nusantara yang ternyata tidak ditemukan dalam kitab-kitab ulama klasik (salaf), apalagi dalam al-Qur’an dan Hadits. Bukan berarti ijthad ulama Nusantara meninggalkan dua asas Islam tersebut, bahkan bertentangan. Yang diambil oleh ulama Islam Nusantara adalah spirit Islam, bukan bentuk luar Islam itu sendiri. Maka, selama bentuk sebuah ibadah sulit diterapkan, budaya lokal yang akan mewadahinya.

Prinsip yang dipegang Islam Nusantara adalah prinsip al-muhafadhoh alal qadimis shalih wal akhdzu bil jadid al ashlah, menjaga kesalehan yang dahulu dan mengambil hal baru yang lebih baik. Oleh karena itu, Islam Nusantara tidak menjadi kaku dan tetap mempunya ciri khas. Islam Nusantara tercermin dalam kehidupan di pondok pesantren, sebagai markas sesungguhnya Nahdlatul Ulama.

Jadi sudah seharusnya Islam menjadi air yang ketika ia menempati Nusantara, ia akan berbentuk sesuai wadahnya. Islam tidak boleh dipaksakan harus sesuai dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang zaman dahulu, pada masa Rasul atau setelahnya. Karena Islam itu salih li kulli zaman wa makan, patut di segala waktu dan tempat. 

Buku ini menjadi penting karena menjelaskan bahwa Islam Indonesia mempunyai sejarahnnya sendiri. Sejarah yang sama sekali berbeda dengan sejarah Islam di Arab dan negara-negara lain. Dengan melihat apa yang terjadi pada masa Wali Songo, sebelumnya, bahkan setelahnya, kita akan memahami proses meluasnya Islam di Indonesia sehingga menjadi negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. ***


Judul : Islam Nusantara: Ijtihad Jenius & Ijma’ Ulama Nusantara, Jilid I
Penulis : Ahmad Baso
Cetaka : I, Juli 2015 
Tebal : xxiii + 370 hlm
Penerbit : Pustaka Afid Jakarta
Peresensi : Hilmi Abdillah, mahasiswa Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang, Jawa Timur
ansor pekalongan banser pekalongan islam rahmatal lil alamin lakpesdam pekalongan ngaji bareng KH ahmad baso ngaji islam nusantara nu pekalongan

Gus Mus: Bersyukurlah Kita Menjadi Manusia

Pati, NU Online
KHA Musthofa Bisri (Gus Mus) dalam ceramahnya di Lapangan Sepakbola Tiwongso Sokopuluhan Pucakwangi Pati Jawa Tengah, Rabu (15/8) malam, mengajak kepada ribuan jamaah agar pandai bersyukur karena sudah diciptakan Allah swt menjadi manusia. 

Kiai kharismatik yang terkenal dengan taushiyah santainya itu menyebutkan, ada empat hal yang patut direnungkan manusia.

Pertama, bersyukur karena sudah diciptakan menjadi manusia. Karena banyak orang yang krisis syukur, terlalu mengabaikan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Seperti nikmat bernafas, kenikmatan yang diberikan Allah sangat banyak tapi terlewatkan oleh manusia. Sehingga ia lupa untuk bersyukur. 

"Nikmat menjadi manusia yang telah diberi akal pikiran dan dimuliakan oleh Allah. Kita bisa merasa, bisa berfikir, bisa mengekspresikan dengan sempurna," ucap kiai dari Leteh Rembang dengan nada khasnya yang kalem. 

Kedua, bersyukur karena Allah SWT mengangkat pemimpin Nabi Muhammad SAW sebagai panutan umat Islam. Nabi itu manusia yang mengerti manusia, manusia yang memanusiakan manusia. Sehingga Nabi Muhammad bisa mengerti dan memaklumi atas kondisi umatnya.

"Beliau seorang suri tauladan yang baik, mencontohkan terlebih dahulu setiap hal yang diperintahnya. Jangan terbalik, belum menjalankan sudah merintah," jelas Gus Mus diselingi guyonan. 

Ketiga, bersyukur menjadi orang Indonesia. Gus Mus menjelaskan jika tinggal di Indonesia lebih nikmat dibandingkan negara lain. Iklim di Indonesia lebih stabil, antara cuaca panas dan dingin itu berimbang. Berbeda jauh dengan negara-negara yang suhu derajat panasnya di atas rata-rata bahkan terbilang panas sekali. 

"Cuaca di luar negeri sangat ekstrim. Jika musim panas ya panas sekali, begitu juga saat musim dingin. Kita mestinya bersyukur ditakdirkan menjadi orang Indonesia, maka negara ini wajib kita jaga," paparnya. 

Keempat, bersyukur karena menjadi Warga Nahdlatul Ulama' (NU). Gus Mus menjelaskan, di Indonesia banyak ormas namun tidak sehebat dan sebesar NU. Karena, lanjutnya, NU dibentuk para kiai bukan untuk kepentingan organisasi namun untuk kepentingan seluruh umat manusia. 

"Kiai Hasyim Asy'ari membentuk organisasi NU itu dengan tujuan memberikan kemaslahatan kepada seluruh umat manusia. Maka wajar jika NU semakin hari semakin tumbuh subur. Bahkan saat ini Warga NU di Indonesia berjumlah sekitar 90 juta jiwa," pungkas Gus Mus. (Nur Rofi'atul Hasanah/Suhud Mas'ud/Muiz)
Gus Mus di Pati Jawa Tengah

Pati, NU Online
KHA Musthofa Bisri (Gus Mus) dalam ceramahnya di Lapangan Sepakbola Tiwongso Sokopuluhan Pucakwangi Pati Jawa Tengah, Rabu (15/8) malam, mengajak kepada ribuan jamaah agar pandai bersyukur karena sudah diciptakan Allah swt menjadi manusia. 

Kiai kharismatik yang terkenal dengan taushiyah santainya itu menyebutkan, ada empat hal yang patut direnungkan manusia.

Pertama, bersyukur karena sudah diciptakan menjadi manusia. Karena banyak orang yang krisis syukur, terlalu mengabaikan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Seperti nikmat bernafas, kenikmatan yang diberikan Allah sangat banyak tapi terlewatkan oleh manusia. Sehingga ia lupa untuk bersyukur. 

"Nikmat menjadi manusia yang telah diberi akal pikiran dan dimuliakan oleh Allah. Kita bisa merasa, bisa berfikir, bisa mengekspresikan dengan sempurna," ucap kiai dari Leteh Rembang dengan nada khasnya yang kalem. 

Kedua, bersyukur karena Allah SWT mengangkat pemimpin Nabi Muhammad SAW sebagai panutan umat Islam. Nabi itu manusia yang mengerti manusia, manusia yang memanusiakan manusia. Sehingga Nabi Muhammad bisa mengerti dan memaklumi atas kondisi umatnya.

"Beliau seorang suri tauladan yang baik, mencontohkan terlebih dahulu setiap hal yang diperintahnya. Jangan terbalik, belum menjalankan sudah merintah," jelas Gus Mus diselingi guyonan. 

Ketiga, bersyukur menjadi orang Indonesia. Gus Mus menjelaskan jika tinggal di Indonesia lebih nikmat dibandingkan negara lain. Iklim di Indonesia lebih stabil, antara cuaca panas dan dingin itu berimbang. Berbeda jauh dengan negara-negara yang suhu derajat panasnya di atas rata-rata bahkan terbilang panas sekali. 

"Cuaca di luar negeri sangat ekstrim. Jika musim panas ya panas sekali, begitu juga saat musim dingin. Kita mestinya bersyukur ditakdirkan menjadi orang Indonesia, maka negara ini wajib kita jaga," paparnya. 

Keempat, bersyukur karena menjadi Warga Nahdlatul Ulama' (NU). Gus Mus menjelaskan, di Indonesia banyak ormas namun tidak sehebat dan sebesar NU. Karena, lanjutnya, NU dibentuk para kiai bukan untuk kepentingan organisasi namun untuk kepentingan seluruh umat manusia. 

"Kiai Hasyim Asy'ari membentuk organisasi NU itu dengan tujuan memberikan kemaslahatan kepada seluruh umat manusia. Maka wajar jika NU semakin hari semakin tumbuh subur. Bahkan saat ini Warga NU di Indonesia berjumlah sekitar 90 juta jiwa," pungkas Gus Mus. (Nur Rofi'atul Hasanah/Suhud Mas'ud/Muiz)
gus mus islam nusantara lakpesdam pekalongan nu 2019 nu kota santri nu pekalongan pekalongan

Silaturahim NU Sedunia Kukuhkan Semangat Islam Nusantara


Jakarta, NU Online
Pada tanggal 18 Agustus 2018 mendatang akan digelar Silaturahim NU Sedunia ke-17. Silaturahim dibersamakan dengan Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) di Hotel Wihdah Towe, Biban Jarwa 1103-A Makkah Al Mukaramah.

Sekjen PBNU HA Helmy Faishal Zaini mengatakan pertemuan ini akan dihadiri oleh kader-kader NU yang berdiaspora dan berkiprah di pelbagai belahan dunia.

“Kami ingin mengukuhkan semangat Islam Nusantara sebagai jalan untuk menuju perdamaian dunia,” kata Sekjen Helmy, Rabu (15/8) di Jakarta.

Diagendakan pada pertemuan tersebut hadir sejumlah tokoh dan kiai, termasuk Rais Aam PBNU, KH Maruf Amin; Katib Aam PBNU, KH Yayha Cholil Staquf; Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini; KH Subhan Makmun, KH Mujib Qulyubi, Duber Agus Miftah Abuigeriel, Sa’adullah affandy, Ahmad Fuad Abdul Wahab, H Imran Masyhudi.

Silaturahim NU Sedunia ke-17 dan MKNU bertema Islam Nusantara dari NU untuk Dunia. (Kendi Setiawan)

lakpesdam 2019 lakpesdam batang lakpesdam pekalongan NU kota pekalongan organisasi NU program lakpesdam struktur organisasi lakpesdam

Ahmad Baso: Ilmu Pesantren Tak Habis Ditulis

Ahmad Baso: Ilmu Pesantren Tak Habis Ditulis


terbitkan. Setelah menulis NU Studies, kali ini dia sedang mengerjakan "megaproyek" pribadi berjudul Pesantren Studies. Tidak tanggung-tanggung buku terakhir ini akan terbit 14 jilid.<>

Ahmad Baso lahir di Makassar dan menempuh pendidikan pesantren  di sana. Pendidikan S1-nya tidak terlalu “sukses” dan mungkin dia tidak terlalu tertarik dengan pendidikan formal. Dia sempat aktif di PP Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU, lalu pada periode ini di PP Lakpesdam. Lima tahun kemarin ia juga aktif sebagai anggota Komnas HAM, tapi diam-diam dia masih menulis banyak buku.

Berikut perbincangan A. Khoirul Anam dari NU Online dengan Ahmad Baso di rumahnya, kawasan Ciputat Tangerang, Ahad (25/11) lalu.

Sudah terbit dua buku Pesantren Studies, rencananya berapa buku lagi akan terbit?

Yang sudah terbit itu Buku II, bagian 2a dan 2b. Rencananya ini nanti ada sembilan buku. Buku II dan III nanti masing-masing empat dan tiga buku. Jadi total nanti akan ada 14 buku.

Sebegitu banyak? Apa tidak kehabisan bahan?

Ilmu pesantren itu tidak akan habis ditulis

Kenapa terbit buku dua lebih dulu?

Al-Qur’an juga kan turunnya tidak urut, hee. 

Apa buku satu nanti merupakan teoritisasi dari keseluruhan buku yang ditulis?

Tidak juga. Ada sendiri, berbeda dengan buku-buku lainnya. Buku I ini nanti lebih ke kronologi. Misalnya akan saya tunjukkan bahwa ada satu peristiwa sejarah penting, sementara kiai pesantren yang terlibat tidak ditulis.

Bagaimana cara menulis sebanyak itu?

Menulis itu lebih ke pengalaman. Ide itu justru terkadang muncul ketika menulis. Ketika menulis, saya lima jam di depan komputer itu tidak cukup. Saya menulis satu buku dulu. Nah di tengah-tengah saya dapat tema-tema baru. Ini baru tema dan datanya belum terkumpul, dan saya sering menemukan data-datanya secara tidak sengaja. Pas saya baca buku, tiba-tiba saya menemukan data yang saya butuhkan.

Jika diperhatikan metode Anda menulis ini seperti khasyiyah, kalau bahasa kitab kuningnya. Pembahasan dimulai dengan kutipan teks, lalu dikomentari bermacam-macam, dan bisa jadi komentarnya sangat berbeda dengan teks yang dikutip. Apa begitu?

Ya memang begitu, hee, ada kritik teks juga. Di situ kita juga mengungkap data lain. Kita juga menemukan data sejarah, lalu kita interpretasi sendiri.

Pesantren Studies ini lebih ke bidang sejarah atau anthropologi?

Buku ini mengenai sekat-sekat itu. Ada sejarah, anthropologi, ada filologi juga.

Apa benar buku ini diterbitkan sendiri?

Habis tidak ada pererbit yang mau, hee. Tadinya sempat ditawarkan ke Cak Anam Duta Masyarakat, tapi percetakannya tidak siap, belum punya pengalaman untuk menerbitkan buku. Jadi diterbitkan sendiri; Pustaka Afid. Afid itu nama anak saya.

Ada donatur?

Funding begitu? Boro-boro, hee. Biaya penerbitan sendiri, dari keluarga istri. Makanya pemasaran juga dia ikut memasarkan. Pertama dicetak 1000 eksemplar dulu. Pokoknya dicetak sepunyanya dana. Rencananya terbit awal untuk modal terbit selanjutnya, dan seterusnya.

Distribusinya bagaimana?

Lewat jaringan teman-teman aja. Bahasiswa juga banyak. Misalnya ada temen di IAIN Surabaya, dia ini sepertinya dosen, yang menjual buku saya hingga seratus lebih.

Jadi intinya 14 buku itu berkisah tentang apa?

Ya saya berusaha menulis dari kacamata orang pesantren lah, beda dengan orang-orang bule. (*)
Salah seorang anak muda NU yang paling produktif menulis adalah Ahmad Baso. Sudah banyak buku dia terbitkan. Setelah menulis NU Studies, kali ini dia sedang mengerjakan "megaproyek" pribadi berjudul Pesantren Studies. Tidak tanggung-tanggung buku terakhir ini akan terbit 14 jilid.<>

Ahmad Baso lahir di Makassar dan menempuh pendidikan pesantren  di sana. Pendidikan S1-nya tidak terlalu “sukses” dan mungkin dia tidak terlalu tertarik dengan pendidikan formal. Dia sempat aktif di PP Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU, lalu pada periode ini di PP Lakpesdam. Lima tahun kemarin ia juga aktif sebagai anggota Komnas HAM, tapi diam-diam dia masih menulis banyak buku.

Berikut perbincangan A. Khoirul Anam dari NU Online dengan Ahmad Baso di rumahnya, kawasan Ciputat Tangerang, Ahad (25/11) lalu.

Sudah terbit dua buku Pesantren Studies, rencananya berapa buku lagi akan terbit?

Yang sudah terbit itu Buku II, bagian 2a dan 2b. Rencananya ini nanti ada sembilan buku. Buku II dan III nanti masing-masing empat dan tiga buku. Jadi total nanti akan ada 14 buku.

Sebegitu banyak? Apa tidak kehabisan bahan?

Ilmu pesantren itu tidak akan habis ditulis

Kenapa terbit buku dua lebih dulu?

Al-Qur’an juga kan turunnya tidak urut, hee. 

Apa buku satu nanti merupakan teoritisasi dari keseluruhan buku yang ditulis?

Tidak juga. Ada sendiri, berbeda dengan buku-buku lainnya. Buku I ini nanti lebih ke kronologi. Misalnya akan saya tunjukkan bahwa ada satu peristiwa sejarah penting, sementara kiai pesantren yang terlibat tidak ditulis.

Bagaimana cara menulis sebanyak itu?

Menulis itu lebih ke pengalaman. Ide itu justru terkadang muncul ketika menulis. Ketika menulis, saya lima jam di depan komputer itu tidak cukup. Saya menulis satu buku dulu. Nah di tengah-tengah saya dapat tema-tema baru. Ini baru tema dan datanya belum terkumpul, dan saya sering menemukan data-datanya secara tidak sengaja. Pas saya baca buku, tiba-tiba saya menemukan data yang saya butuhkan.

Jika diperhatikan metode Anda menulis ini seperti khasyiyah, kalau bahasa kitab kuningnya. Pembahasan dimulai dengan kutipan teks, lalu dikomentari bermacam-macam, dan bisa jadi komentarnya sangat berbeda dengan teks yang dikutip. Apa begitu?

Ya memang begitu, hee, ada kritik teks juga. Di situ kita juga mengungkap data lain. Kita juga menemukan data sejarah, lalu kita interpretasi sendiri.

Pesantren Studies ini lebih ke bidang sejarah atau anthropologi?

Buku ini mengenai sekat-sekat itu. Ada sejarah, anthropologi, ada filologi juga.

Apa benar buku ini diterbitkan sendiri?

Habis tidak ada pererbit yang mau, hee. Tadinya sempat ditawarkan ke Cak Anam Duta Masyarakat, tapi percetakannya tidak siap, belum punya pengalaman untuk menerbitkan buku. Jadi diterbitkan sendiri; Pustaka Afid. Afid itu nama anak saya.

Ada donatur?

Funding begitu? Boro-boro, hee. Biaya penerbitan sendiri, dari keluarga istri. Makanya pemasaran juga dia ikut memasarkan. Pertama dicetak 1000 eksemplar dulu. Pokoknya dicetak sepunyanya dana. Rencananya terbit awal untuk modal terbit selanjutnya, dan seterusnya.

Distribusinya bagaimana?

Lewat jaringan teman-teman aja. Bahasiswa juga banyak. Misalnya ada temen di IAIN Surabaya, dia ini sepertinya dosen, yang menjual buku saya hingga seratus lebih.

Jadi intinya 14 buku itu berkisah tentang apa?

Ya saya berusaha menulis dari kacamata orang pesantren lah, beda dengan orang-orang bule. (*)
kota pekalongan lakpesdam pc pekalongan lakpesdam pekalongan nahdlatul ulama pekalongan pesantren nu

 

berikut ini beberapa buku referensi yang kami aanjurkan untuk dimiliki pemuda NU:

  • Copyright © LAKPESDAM PEKALONGAN™ is a registered trademark.
    Blogger Templates Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.