IKLAN

Tuesday 14 August 2018

Filled Under: , , , , ,

Lakpesdam, Pilar Keempat NU?

islam nusantara lakpesdam pekalongan lembaga nu pekalongan nu pekalongan ulama pekalongan

Lakpesdam, Pilar Keempat NU?


Keberadaan Lakpesdam merupakan upaya implementasi gagasan kembali ke Khittah yang diamanahkan mukatamar ke-27 NU di Situbondo. Munculnya Lakpesdam merupakan upaya meminimalisir NU yang terlalu politis sehingga agenda sosial-keagamaan NU terabaikan.
<>
Pada Munas Alim Ulama Situbondo itu memberikan pesan untuk mengembalikan peran NU pada Khitta 1926, yakni mengarahkan peran dan program NU pada usaha pengembangan masyarakat, khususnya warga NU.

Pada muktamar NU di Situbondo tersebut KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Ia langsung menyiapkan tim untuk merumuskan konsep pengembangan sumberdaya manusia (PSDM). Saat itu ada empat alasan mengapa konsep PSDM itu penting. Petama; kualaitas SDM rata-rata penduduk Indonesia masih rendah dan perlu ditingkatkan.

Kedua; perlu dilakukan peniingkatkan dan perluasan peran serta NU dalam upaya pengembangan SDM sebagai salah satu khidmahnya. Ketiga; peran serta NU dalam upaya PSDM perlu didasarkan atas suatu konsepsi dan dituangkan dalam program operasional yang jelas. Keempat; peningkatan kualitas SDM menempati kedudukan yang strategis dalam peningkatan kualitas masyarakat.

Konsep PSDM itu merupakan perpanjangan dari konsep atau ajaran Ahlusunnah wal Jamaah, Khittah NU dan Mabadi Khaira Ummah. Ketiga ajaran itu adalah pilar NU dan diharapkan konsep PSDM itu adalah pilar lanjutannya, atau pilar ke-4, yakni mencakup adanya acuan ikhtiar aktualisasi terhadap muatan-muatan yang terkandung dalam ketiga pilar sebelumnya dalam hubungannya dengan program PSDM NU.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Lakpesdam atau Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia NU ini, Abdullah Alawi dari NU Online mewawancarai Ketua Pengurus Pusat Lakpesdam Yahya Ma’sum, di kantor PP Lakpesdam, Jl. H. Ramli No. 20 A, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, (12/10) lalu. Berikut petikannya:

Posisi Lakpesdam menurut buku 20 Tahun Lakpesdam disebut sebagai pilar keempat NU. Bagaimana penjelasannya?

Ya, maksudnya, di NU itu kan ada berbagai fungsi-fungsi yang harus dilakukan. Nah, fungsi Lakpesdam itu mandatorinya bagaimana mengembangkan SDM-nya NU. Kalau bahasanya Pak Hasyim Muzadi, itu bagaimana memintarkan NU, dengan pengertian yang dilakukan itu memang lebih pada pendidikan atau upaya pencerdasan melalui kegiatan-kegiatan yang  tidak resmi sekolah. Kalau sekolah Ma’arif ya lewat proses-proses belajar dalam pengertian luas. Intinya membangun kesadaran kritis kepada warga NU untuk memahami hak-haknya sebagai warga NU, sebagai warga bangsa. Dan kemudian bisa melakukan, mengoptimalkan untuk mendapatkan hak-hak itu. Itulah yang disebut dengan pilar keempat NU.

Yang kedua, adalah berusaha bagaimana membangun pemahaman yang benar tentang gerakan NU sesuai khittah 1926 karena ini lahir sebenarnya berangkat dari khittah 1926 itu. Karena mandatorinya itu lembaga yang secara khusus, maka Gus Dur mendirikan lembaga ini. Jadi, mencakup pencerdasan, untuk memahami hak-haknya termasuk memahami  tentang, kita itu sudah nggak berpolitik. Kita lebih fokus kepada gerakan-gerakan kemanusiaan yang diutamakan.

Karena itu, sesungguhnya keberadaan NU pada awalnya seperti itu. Mulai dari adanya Nahdlatut Tujjar, ada Tasywirul Afkar. Itu semua yang mendasari lahirnya Lakpesdam. Nah, kira-kira begitu.

Bagaimana keadaan warga NU dalam sebelum dan sesudah Lakpesdam didirikan?

Sebenarnya, kondisi sekarang bukan mutlak Lakpesdam ya. Lakpesdam hanya satu skrup, pilar tadi itu saja. Tapi bahwa gerakan kembali ke khittah 26 yang dicanangkan oleh tokoh-tokoh termasuk Gus Dur waktu itu ya menurut saya, kondisinya menjadi lebih baik dibanding pada saat sebelum diproklamirkannya khittah 1926 karena dimensi warga NU sekarang ini sangat luas latar belakangnya, keahliannya keberadaannya di mana-mana dan kemudian setelah Gus Dur membawa NU ini adalah orang kemudian menyatakan saya juga NU yang sebelumnya orang nggak berani pada waktu itu. Apalagi setelah Gus Dur menjadi presiden. Setelah dihimpun-himpun begitu, ternyata banyak warga NU.

Dulu pernah terjadi kekuatiran. Pada saat Gus Dur pertama kali naik, kita nggak punya uang, nggak punya orang, siapa yang jadi ini, sekarang banyak. Anda kalau tahu jaringannya teman-teman kita  yang belajar di luar negeri, yang masuk namanya PCINU, pengurus maupun anggota ataupun yang tidak masuk organisasi itu yang NU itu luar biasa jumlahnya dan kepintarannya maca-macam. Dan sekarang beberapa mereka sudah kembali ke Indonesia mereka establish di tempatnya secara profesional masing-masing. Ada dosen, ada di birokrat,

Jadi menuurut saya, itu semua adalah pengaruh besar dari dicanangkan kembali khittah 26. Itu bukan berarti murni satu-satunya Lakpesdam. Tapi banyak orang berkontribusi. Yang menjadi kontribusi Lakpesdam itu ya berusaha semaksimal mungkin bagaimana mewujudkan khittah 26 itu dengan bekerja di lapangan. Nah, itu. Makanya kita dikenal banyak pendampingan, pengorganisasian di tingkat basis, pendampingan masyarakat. Lembaga-lembaga lain belum memasuki , Lakpesdam sudah. Selain itu, melakukan training-training kader penggerak. Itu semua dilakukan Lakpesdam. Sampai kita masuk wilayah bagaimana membangun pemahaman, keterampilan di dalam rangka perdamaian.

Nah, yang begitu-begitu itu kita bekerja secara simultan. Itu semua diinspirasi oleh tadi itu, kita harus bergerak lebih kepada kemanusiaan supaya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Aspek itu yang berekembang sekarang sampai kita konsen di dalam pemberdayaan orang miskin dengan berbagai program kita. Di lapangan sekarang perkembangannya kan lembaga-lembaga lain juga bergerak cepat periode yang sekarang ini. Di NU saya lihat, semua lembaga bergerak.

Jad, khittah 26 keberhasilannya menurut saya ya kontribusinya semua orang, komponen stakeholder sehingga dunia melihat NU masih punya kekuatan.

Itu yang di luar negeri. Dan hanya sebagian kecil. Secara umum kondisi warga NU sekarang itu bagaiamana?

Yang jelas bahwa masyarakat kita secara umum di Indonesia ini kan belum sepenuhnya menikmati kesejahteraan. Belum sepenuhnya mendapatkan akses untuk hidup sejahtera. Di bidang pelayanan publik, misalnya masih belum semuanya mendapatkan akses karena berbagai hal. Yang paling penting adalah pemahaman mereka tentang hak-hak itu tadi. Makanya kemudian yang diusahakan Lakpesdam bagaimana kebutuhann-kebutuhan seperti ini. Nah, terjadilah atau dilakukanlah pendidikan rakyat, pendidikan atau sekolah rakyat, atau kesehatan, pusat pembelajaran masyarakat.

Jadi, itu semua pengkaderan bahwa di tingkat basis yang paling rendah di pedesaan belum sepenuhnya bisa mengakses apa yang sudah dianggap oleh pemerintah terbuka macam-macam. Itu berhenti kepada kelompok-kelompok tertentu. Tetapi masyarakat di bawah itu masih ketinggalan, masih banyak masyarakat yang terkategorikan belum sempat menikmati pembangunan.

Jumlah mereka itu banyak. Kalau anggota NU 70 jutaan, sebagian besar warga NU di sana. Tapi mungkin tidak separah dulu ya. Tapi bahwa masih tertinggal dari kelompok yang lain, iya.

Nah, dari situ, tugas Lakpesdam melakukan pemberdayaan. Konsep pemberdayaan yang digunakan Lakpesdam itu seperti apa, misalnya dikaitkan dengan nilai-nilai Ahlus Sunnah wal-Jamaah atau ke-NU-an?

Di dalam khittah 1926 itu kan ada namanya Mabadi Khoira Umah. Mabadi Khoiru Umah itu kan norma-norma, etik-etik, atau moral-moral yang perlu dipegangi dalam upaya membangun masyarakat. Basisnya kita menggunakan itu. Di situ ada musyawarah, ada beberapa dimensi di Mabadi Khoiru Umah. Itu menjadi bagian dari yang melandasi bagaimana membangun umat NU. Yang kedua, karena kita sejak dulu itu bergerak membangun pemikiran keagamaan terbuka sesuai nilai-nilai khitah 26 itu yang ada toleran, tasamuh, macam itu juga menjadi bagian cara kita mengembangkan berbagai pendekatan pemcahan masalah jangan sampai kita itu tidak melakukan nilai empat di Mabadi Khoiru Umah; ada moderat, ada toleran, i’tidal, amar ma’ruf nahi munkar. Saya konsen amar jangan samapai ini jadi pisau yang salah seperti dilakukan kelompok lain, kita dianggap meninggalkan nahi munkar, padahal bagi kita, nahi munkar itu dianggap sebagai dari amar ma’ruf.

Tapi sepertinya nahi munkar itu seperti memakai kekerasan macam-mcam. Itu yang saya bilang kita harus hati-hati dengan istilah amar ma’ruf nahi munkar karena itu kita tak boleh terlepas dari dimensi-dimensi Aswaja itu menjjadi kerangka berpikir di kita bekerja sehingga kita membuka yang datang, kita bekerja dengan siapa pun, menerima dari mana pun, tapi kita punya filter. Kita tidak main di kendangnya orang lain, tetapi kita memerlukan suport-suport orang lian siapa pun dari manapun, tapi kita filter. Filter itu kadang-kadang menjadi perdebatan ada yang pro dan tidak. Dengan segala konsekuensinya da yang bilang Lakpesdam itu sudah donor minded begitu. Nggak ada persoalan. Biarin aja. Kita membuktikan siapa yang mandiri, siapa tidak.

Konsep Lakpesdam yang besar seperti itu, dikaitkan dengan aplikasi ke program secara praktis bagaimana?

Jadi, berdasarkan ajaran-ajaran di khittah 26, ada Aswaja, ada Mabadi Khoira Umah itu lalu kemudian kita juga menggunakan arah basis yang kita sebut dengan kemandirian dalam pengertian cara berpikir, ekonomi; kalau bisa, mandiri bersikap, politik. Karena itu maka membangun kecerdasan penting dan pertama. Seluruh rogram-program kita, diarahkan ke sana. Pertama kita melakukan program pemenuhan kebutuhan yang kita sebut dengan program yang disebut dengan program pragmatis. Dari situ kita masuk program strategis. In program praktis. Kalau kita sudah ngomong program strategis, di situ itu di dalamnya sudah mengandung unsur-unsur bagaiamana kecerdasan dan kemandirian itu menjadi alat, sebagai dasar untuk melakukan advokasi.

Jadi, advokasi itu ya di tingkat strategis, nggak lagi praktis. Makanya dimulai biasanya kita memberikan pengetahuan. Terus kalau ada kegiatan-kegiatan ekonomi itu menjadi bagian dari pilot project, alat-alat, sebagai media saja dengan program itu, masyarakatnya mau datang, mau berorganisasi, mendapat pengalaman, memahami isu-isunya. Baru setelah itu dibawa ke program strategis: advokasi, jalan sendiri mereka. Contohnya yang sekarang ini dengan PNPM Peduli. Program ini secara kasar, orang-orang kadang melihatnya ini mengentaskan kemiskinan. Tadi program yang kita pakai adalah program pengentasan kemiskinan berbasis kepada masyarakat. Jadi pengurangan kemiskinan berbasis kepada masyarkaat.

Karena itu maka supaya menguatkan sumber daya NU, melalui program ini sehingga dia menyadari persoalan-persoalan hidup dia kemudian dia mengorganisir diri. Baru masuk aspek-aspek ekonomi. Dia diarahkan untuk berjejaring dengan pihak-pihak lain. Ketika semua itu terjadi, dari segi teoritis itu sudah selesai. Artinya satu tahap sudah selesai, masyarakat sudah punya jaringan. Sudah punya organisasi di tingkat lapangan. Kemudian, secara perlahan, nanti periode-periode berikutnya, masuk ke wilayah strategis ini; melakukan advokasi-advokasi sehingga kalau ada advokasi atau ada diskusi mengenai perundang-undngan apa, isu apa, perwakilan-perwakilan dari masyarakat yang dibina ini sudah bisa. Lakpesdam kemudian fungsinya sebagai pendorong saja.

Program-progrma lain juga begitu. Kalau yang PNPM ini, ekonomi kita jadikan sebagai pilot project, uji coba konsep. Yang kedua jadi titik masuk untuk meraka. Tadi itu supaya mereka cerdas, sadar. Mereka paham konsep Mabadi Khoiru Umah, ekonominya juga mengerti. Tidak boleh monopoli ada sering ada musyawarah menggunakan prinsip-prinsip Mabadi Khoiru Umah dalam artian aplikatif ya. Bukan normatif sehingga sebelum bergerak, seluruh petugas-petugas, relawan-relawan, atau kader NU di tingkat lapangan yang membangun program ini, pertama kali yang dilakukan adalah proses penyadaran mengenai khitah 26, Mabadi Khoiru Umah, NU ini mau kemana. Kalau NU itu nggak ada, itu perlu nggak? Mereka diberikan penyadaran begitu. Kalau sampeyan menjadi tugas proyek ya sudah selesai. Nggak ada bedanya dengan yang lain. Itu yang ditanamkan di program ini.

Menurut Lakpesdam, idealnya masyarakat NU secara kolektif maupun individu itu bagaimana?

Idealnya mereka yang bisa menikmati, bersama dengan masyarakat lain pembangunan. Yang kedua, atau tahap berikutnya, bisa berperan menjadi bagian dari peroses pembangunan. Jadi bukan hanya penikmat, tapi melakukan, turut serta dalam pembangunan.

Warga NU yang mengerti menjadi bukan hanya di tingkat nasional tapi di tingkat pedesaaan. Salah satu program ke arah itu namanya Forum Warga di beberapa desa. Forum Warga itu merupakan representasi dari kelomppok-kelompok petani, pedagang, ada di Cilacap, di Jepara, di Wonosobo. Bahkan di Cilacap itu sudah bisa melakukan diversifikasi kegiatan, sampai usaha-usaha mikro-finance; BMT dan mereka bisa memenuhi kebutuhannya antarmereka. Nyambung sekarang dengan program PNPM Pedulii ini.

Yang kedua mereka sudah masuk ke upaya untuk membangun warga NU dan masyarakat umum yang masuk sebagai tengaa kerja ke luar negeri. Dia masuk itu. Dia punya jaringan itu, punya pendidikan itu, untuk keluarga tenaga kerja itu dan punya akses dalam bentuk website, macam-macam. Kerjasamanya dengan yayasan Tifa di Jakarta. Dan mereka dianggap terbaik dalam melaksanakan program Tifa. Itu karena mereka sudah membangun forum warga bertahun-tahun. Nah, sekarang sudah ada organisasinya macam-macam di desa itu sehingga di desa itu, masyarakat NU-nya ngerti-ngerti. Mereka didampingi terus Lakpesdam Cilacap, termasuk di Jepara. Di situ ada orang NU, non-NU. Jadi satu. Karena mereka lebih bisa menerima NU kan.

Nah, itu bukti dari proses-proses pembangunan itu juga harus terlibat dari tingkat masyarakat. Tetapi jangkauan Lakpesdam itu terbatas, sehingga belum merata semua NU begitu.

Bisa disebutkan program-program sekarang terkait pemberdayaan?

Program-program Lakpesdam di antaranya, penguatan pemahaman ke-NU-an dengan menerbitkan jurnal Taswirul Afkar dan belajar Islam. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman warga Nahdliyyin terkait pemikiran keislaman ala NU; Menyebarkan pemahaman aswaja ke msyarakat luas.

Ada program Belajar Islam dengan tujuan menyebarkan ajaran Islam dalam prespektif fiqih, aqidah dan syariah ala Aswaja. Program ini disiarkan oleh saluran TV (MNC-Indovition), setiap hari Rabu, bergantian dengan anggota konsorsium lainnya; Yayasan Paramadina, Masyarakat pemirsa TVMNC Indovition. Telah disiarkan di TVMNC Indovition sebanyak 75 kali, dengan berbagai topik. Narasumber dari PBNU, Lakpesdam dan lembaga/lajnah yang terkait. Lalu ada program pemberdayaan ekonomi umat, penataan dan peningkatan kualitas pendidikan, pengembangan dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kependudukan, perlindungan tenaga kerja dan buruh, penguatan jaringan kerja nasional dan internasional. (Red:Anam)

taufiq abadi

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Post a Comment

 

berikut ini beberapa buku referensi yang kami aanjurkan untuk dimiliki pemuda NU:

  • Copyright © LAKPESDAM PEKALONGAN™ is a registered trademark.
    Blogger Templates Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.