IKLAN

Wednesday 15 August 2018

Filled Under: , , , ,

Ahmad Baso: Ilmu Pesantren Tak Habis Ditulis

kota pekalongan lakpesdam pc pekalongan lakpesdam pekalongan nahdlatul ulama pekalongan pesantren nu

Ahmad Baso: Ilmu Pesantren Tak Habis Ditulis


terbitkan. Setelah menulis NU Studies, kali ini dia sedang mengerjakan "megaproyek" pribadi berjudul Pesantren Studies. Tidak tanggung-tanggung buku terakhir ini akan terbit 14 jilid.<>

Ahmad Baso lahir di Makassar dan menempuh pendidikan pesantren  di sana. Pendidikan S1-nya tidak terlalu “sukses” dan mungkin dia tidak terlalu tertarik dengan pendidikan formal. Dia sempat aktif di PP Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU, lalu pada periode ini di PP Lakpesdam. Lima tahun kemarin ia juga aktif sebagai anggota Komnas HAM, tapi diam-diam dia masih menulis banyak buku.

Berikut perbincangan A. Khoirul Anam dari NU Online dengan Ahmad Baso di rumahnya, kawasan Ciputat Tangerang, Ahad (25/11) lalu.

Sudah terbit dua buku Pesantren Studies, rencananya berapa buku lagi akan terbit?

Yang sudah terbit itu Buku II, bagian 2a dan 2b. Rencananya ini nanti ada sembilan buku. Buku II dan III nanti masing-masing empat dan tiga buku. Jadi total nanti akan ada 14 buku.

Sebegitu banyak? Apa tidak kehabisan bahan?

Ilmu pesantren itu tidak akan habis ditulis

Kenapa terbit buku dua lebih dulu?

Al-Qur’an juga kan turunnya tidak urut, hee. 

Apa buku satu nanti merupakan teoritisasi dari keseluruhan buku yang ditulis?

Tidak juga. Ada sendiri, berbeda dengan buku-buku lainnya. Buku I ini nanti lebih ke kronologi. Misalnya akan saya tunjukkan bahwa ada satu peristiwa sejarah penting, sementara kiai pesantren yang terlibat tidak ditulis.

Bagaimana cara menulis sebanyak itu?

Menulis itu lebih ke pengalaman. Ide itu justru terkadang muncul ketika menulis. Ketika menulis, saya lima jam di depan komputer itu tidak cukup. Saya menulis satu buku dulu. Nah di tengah-tengah saya dapat tema-tema baru. Ini baru tema dan datanya belum terkumpul, dan saya sering menemukan data-datanya secara tidak sengaja. Pas saya baca buku, tiba-tiba saya menemukan data yang saya butuhkan.

Jika diperhatikan metode Anda menulis ini seperti khasyiyah, kalau bahasa kitab kuningnya. Pembahasan dimulai dengan kutipan teks, lalu dikomentari bermacam-macam, dan bisa jadi komentarnya sangat berbeda dengan teks yang dikutip. Apa begitu?

Ya memang begitu, hee, ada kritik teks juga. Di situ kita juga mengungkap data lain. Kita juga menemukan data sejarah, lalu kita interpretasi sendiri.

Pesantren Studies ini lebih ke bidang sejarah atau anthropologi?

Buku ini mengenai sekat-sekat itu. Ada sejarah, anthropologi, ada filologi juga.

Apa benar buku ini diterbitkan sendiri?

Habis tidak ada pererbit yang mau, hee. Tadinya sempat ditawarkan ke Cak Anam Duta Masyarakat, tapi percetakannya tidak siap, belum punya pengalaman untuk menerbitkan buku. Jadi diterbitkan sendiri; Pustaka Afid. Afid itu nama anak saya.

Ada donatur?

Funding begitu? Boro-boro, hee. Biaya penerbitan sendiri, dari keluarga istri. Makanya pemasaran juga dia ikut memasarkan. Pertama dicetak 1000 eksemplar dulu. Pokoknya dicetak sepunyanya dana. Rencananya terbit awal untuk modal terbit selanjutnya, dan seterusnya.

Distribusinya bagaimana?

Lewat jaringan teman-teman aja. Bahasiswa juga banyak. Misalnya ada temen di IAIN Surabaya, dia ini sepertinya dosen, yang menjual buku saya hingga seratus lebih.

Jadi intinya 14 buku itu berkisah tentang apa?

Ya saya berusaha menulis dari kacamata orang pesantren lah, beda dengan orang-orang bule. (*)
Salah seorang anak muda NU yang paling produktif menulis adalah Ahmad Baso. Sudah banyak buku dia terbitkan. Setelah menulis NU Studies, kali ini dia sedang mengerjakan "megaproyek" pribadi berjudul Pesantren Studies. Tidak tanggung-tanggung buku terakhir ini akan terbit 14 jilid.<>

Ahmad Baso lahir di Makassar dan menempuh pendidikan pesantren  di sana. Pendidikan S1-nya tidak terlalu “sukses” dan mungkin dia tidak terlalu tertarik dengan pendidikan formal. Dia sempat aktif di PP Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU, lalu pada periode ini di PP Lakpesdam. Lima tahun kemarin ia juga aktif sebagai anggota Komnas HAM, tapi diam-diam dia masih menulis banyak buku.

Berikut perbincangan A. Khoirul Anam dari NU Online dengan Ahmad Baso di rumahnya, kawasan Ciputat Tangerang, Ahad (25/11) lalu.

Sudah terbit dua buku Pesantren Studies, rencananya berapa buku lagi akan terbit?

Yang sudah terbit itu Buku II, bagian 2a dan 2b. Rencananya ini nanti ada sembilan buku. Buku II dan III nanti masing-masing empat dan tiga buku. Jadi total nanti akan ada 14 buku.

Sebegitu banyak? Apa tidak kehabisan bahan?

Ilmu pesantren itu tidak akan habis ditulis

Kenapa terbit buku dua lebih dulu?

Al-Qur’an juga kan turunnya tidak urut, hee. 

Apa buku satu nanti merupakan teoritisasi dari keseluruhan buku yang ditulis?

Tidak juga. Ada sendiri, berbeda dengan buku-buku lainnya. Buku I ini nanti lebih ke kronologi. Misalnya akan saya tunjukkan bahwa ada satu peristiwa sejarah penting, sementara kiai pesantren yang terlibat tidak ditulis.

Bagaimana cara menulis sebanyak itu?

Menulis itu lebih ke pengalaman. Ide itu justru terkadang muncul ketika menulis. Ketika menulis, saya lima jam di depan komputer itu tidak cukup. Saya menulis satu buku dulu. Nah di tengah-tengah saya dapat tema-tema baru. Ini baru tema dan datanya belum terkumpul, dan saya sering menemukan data-datanya secara tidak sengaja. Pas saya baca buku, tiba-tiba saya menemukan data yang saya butuhkan.

Jika diperhatikan metode Anda menulis ini seperti khasyiyah, kalau bahasa kitab kuningnya. Pembahasan dimulai dengan kutipan teks, lalu dikomentari bermacam-macam, dan bisa jadi komentarnya sangat berbeda dengan teks yang dikutip. Apa begitu?

Ya memang begitu, hee, ada kritik teks juga. Di situ kita juga mengungkap data lain. Kita juga menemukan data sejarah, lalu kita interpretasi sendiri.

Pesantren Studies ini lebih ke bidang sejarah atau anthropologi?

Buku ini mengenai sekat-sekat itu. Ada sejarah, anthropologi, ada filologi juga.

Apa benar buku ini diterbitkan sendiri?

Habis tidak ada pererbit yang mau, hee. Tadinya sempat ditawarkan ke Cak Anam Duta Masyarakat, tapi percetakannya tidak siap, belum punya pengalaman untuk menerbitkan buku. Jadi diterbitkan sendiri; Pustaka Afid. Afid itu nama anak saya.

Ada donatur?

Funding begitu? Boro-boro, hee. Biaya penerbitan sendiri, dari keluarga istri. Makanya pemasaran juga dia ikut memasarkan. Pertama dicetak 1000 eksemplar dulu. Pokoknya dicetak sepunyanya dana. Rencananya terbit awal untuk modal terbit selanjutnya, dan seterusnya.

Distribusinya bagaimana?

Lewat jaringan teman-teman aja. Bahasiswa juga banyak. Misalnya ada temen di IAIN Surabaya, dia ini sepertinya dosen, yang menjual buku saya hingga seratus lebih.

Jadi intinya 14 buku itu berkisah tentang apa?

Ya saya berusaha menulis dari kacamata orang pesantren lah, beda dengan orang-orang bule. (*)

taufiq abadi

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Post a Comment

 

berikut ini beberapa buku referensi yang kami aanjurkan untuk dimiliki pemuda NU:

  • Copyright © LAKPESDAM PEKALONGAN™ is a registered trademark.
    Blogger Templates Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.